Minggu, 19 Januari 2014

Reformasi Peradilan Negara

Salah satu agenda mendesak Indonesia saat ini adalah membersihkan peradilan negara dari praktek kotor judicial corruption yang sudah berakar kuat dalam kehidupan praktisi hukum di Indonesia.  Sudah merupakan rahasia umum di dunia peradilan Indonesia, asas equality before law tidak diterapkan dengan baik dan cenderung kolusif, tidak ada yang sama di depan hakim-hakim di Indonesia, semua hanya dinilai dari segi tebal dan tidaknya kantong seseorang yang terkena kasus hukum, punya jabatan atau tidaknya seseorang. Judicial corruption telah dengan terang benderang mencederai perasaan keadilan masyarakat, menabrak asas kepastian hukum dan membuat hukum dari bermanfaat menjadi mudharat .
   
Dalam konteks hukum investasi dan perdagangan internasional, iklim peradilan negara yang bersih dari korupsi merupakan syarat wajib dari terciptanya iklim investasi dan perdagangan internasional  yang kondusif pula. Investor dan perusahaan asing  sebagai pihak yang ingin menanamkan modal kapitalnya pada bidang tertentu, pastilah menginginkan kepastian hukum (legal certainly) dalam berniaga. Sebaliknya, apabila iklim peradilan negara sangat kental dengan nuansa kolusif maka investor pun akan dengan berat hati segera meninggalkan negara tersebut. Di  Indonesia, ada sebuah adagium yang mengatakan : berinvestasi di Indonesia lebih banyak “sunnah” dari “wajib”. Hal ini sungguh sangat memalukan dan memberikan citra buruk bagi Indonesia sebagai sebuah negara yang ingin berpartisipasi dalam ajang perdagangan internasional.
   
Peradilan sebagai gerbang terakhir pencari keadilan bagi para investor asing dan masyrakat lokal, tentu sangat perlu untuk di reform, yang menjadi titik tekan adalah dalam tubuh Mahkamah Agung (Supreme Court) sendiri, yang kinerjanya sering tidak efektif karena terlalu banyak perkara yang diperiksa oleh badan peradilan tertinggi ini. Idealnya, tidak semua perkara bisa sampai tingkat Kasasi, misalnya: perkara perdata yang menyangkut gugatan sampai jumlah tertentu cukup sampai tingkat pengadilan tinggi saja, sebagai pengadilan tinggi terakhir. Dengan begitu maka peradilan akan semakin cepat, efisien, efektif dan tentunya lebih murah.   
   
Selain dengan cara-cara yang konvensional diatas, peradilan juga bisa diperbaiki dengan cara yang revolusioner, antara lain dengan, rekruitmen calon hakim harus dibersihkan dari praktik nepotisme dan main mata antar para aparat; di masa depan, akan lebih baik bila rekruitment tersebut dilakukan oleh suatu komisi yang bersifat independen dan impartial , memberikan reward kepada hakim atau penegak hukum lain yang bersih dari korupsi dan memberikan punishment yang berat kepada hakim atau penegak hukum lain yang terbukti terlibat judicial corruption.

Dengan direformasinya peradilan Indonesia, diharapkan akan menumbuhkan rasa kepercayaan internasional terhadap iklim pembangunan nasional di Indonesia dan sebagai ajang  pembuktian diri oleh para praktisi hukum Indonesia  bahwa hukum merupakan elemen penting dalam pertumbuhan. Law as a guardian of economic development.